Monday, January 12, 2009

Skenario Perundingan dan Kesia-siaan Israel

Oleh Musthafa Luthfi *

Serangan hingga memasuki hari ke-9 itu menimbulkan korban sekitar 490 orang gugur sebagai syuhada dan lebih 2.300 lainnya luka-luka. Korban jiwa dan kerusakan materi sebagai bukti kedustaan negeri Zionis itu yang mengklaim serangannya bertujuan untuk melumpuhkan para pejuang bersenjata.

Sebagian besar korban adalah dari kalangan sipil yang 30 persen diantaranya adalah anak-anak dan kalangan wanita. Sejumlah pemimpin sayap militer Hamas dengan tegar mengatakan bahwa pihaknya baru sedikit sekali tersentuh serangan gencar udara Israel dan sedang menunggu pertempuran darat sebagai pertempuran sesungguhnya.

Secara kekuatan militer di lapangan, tentu pejuang Palestina di Gaza tidak bisa dibandingkan dengan kekuatan militer Israel yang disebut nomor empat di dunia. Para pejuang Palestina hanya memiliki kekuatan moril dan semangat pantang menyerah melawan musuh Yahudi yang telah terbukti dalam rentetan sejarah sebagai pembunuh para Nabi dan ulama.

Kekuatan moril yang disertai doa 1 milyar umat Islam seluruh dunia meskipun para pemimpin mereka berpangku tangan merupakan daya dahsyat yang selama ini terbukti mampu mengatasi aksi barbarisme pasukan Zionis Israel . Para pemimpin Yahudi itu pada hari pertama agresi darat memang belum mendapatkan batu sandungan di Gaza sehingga masih menutup telinga dari seruan penghentian agresi.

Tanda-tanda bakal menemui sandungan sebenarnya telah nampak pada hari pertama penyusupan di darat. Sekitar 9 tentaranya tewas dan puluhan luka-luka ( Israel hanya mengakui seorang tewas dan 30 luka-luka) disamping 7 buah tank dilumpuhkan para pejuang Palestina 2 tank diantaranya berhasil dihancurkan.

Sejumlah pemimpin lapangan baik dari Brigade Syahid Ezzuddin Al-Qassam, sayap militer Hamas maupun Brigade Al-Quds, sayap militer Al-Jihad mengakui melalui TV Aljazeera yang berada di garis depan peliputan bahwa pertempuran darat sesungguhnya belum dimulai.

Serangkaian perjuangan gagah berani yang dibuktikan sekarang dan sebelum-sebelumnya akan tetap terpelihara dalam sejarah sebagai catatan generasi berikutnya. Sebagimana sikap memalukan dari para pemimpin dunia Arab dan Islam saat ini atas pembunuhan massal yang dialami kaum Muslimin Gaza juga akan dikenang selamanya.

Kita berharap para pejuang Palestina yang gagah berani dengan segala keterbatasan yang dimiliki dan ditinggalkan oleh sebagian besar saudara-saudara mereka (terutama para pemimpin) baik yang dekat dan yang jauh tetap tegar menghadapi sikap berpangku tangan saudara seiman bahkan yang melecehkan sekalipun.

Kita juga berharap mereka termasuk golongan yang dimaksudkan Nabi dalam sabdanya seperti diriwayatkan Imam Ahmad yang maknanya ``sekompok dari umatku tetap tegar menjalankan agama dan menaklukkan musuh mereka, dan tidak berkecil hati menghadapi orang-orang yang menentang mereka kecuali menderita kesulitan hingga datang kepada mereka ketetapan (kemenangan) dari Allah dan mereka tetap seperti itu, para sahabat bertanya, wahai Rasulullah dimanakah mereka, Rasulullah menjawab : di Baitul Maqdis dan sekitar Baitul Maqdis (Yerusalem)``.

Namun yang lebih membuat banyak dada kaum Muslimin yang panas, adalah pelecehan terhadap para pejuang yang berusaha mengangkat martabat dan citra umat Islam seluruh dunia dengan ketegaran dimaksud. Bila pelecehan datang dari Israel dan sekutu-sekutunya bisa dimaklumi karena mereka adalah musuh, yang sangat menyakitkan adalah pelecahan itu datang dari sesama Muslim terutama sejumlah pejabat tinggi dan penulis/analis Arab liberal yang memang menguasai media massa .

Mereka mengggap perlawanan Hamas dan faksi-faksi perlawanan Palestina lainnya sebagai tindakan sia-sia. Roket-roket Hamas yang diluncurkan ke Israel dinilai “absurd” (konyol) yang tidak akan menghasilkan apa-apa bahkan memancing Israel melakukan pembunuhan massal.

Singkatnya, tanggung jawab aksi Israel selaku negeri penjajah atas Gaza sebagai bagian Palestina yang masih terjajah, dilimpahkan kepada Hamas. Bila tidak mendukung perjuangan bersenjata sebaiknya diam, karena lontaran pernyataan dan tulisan-tulisan yang memojokkan Hamas sudah pasti sebagai lampu hijau bagi negeri Zionis itu untuk makin membabi buta menyerang warga sipil tak berdosa.

Biaya besar

Bila melihat kenyataan di lapangan, roket-roket Hamas dan para pejuang lainnya yang memang tergolong primitif dibandingkan dengan senjata Israel sebagai nomor empat terkuat di dunia, namun mampu membuat ``balance of fear`` (perimbangan ketakutan) di kalangan warga negeri Yahudi itu.

Karenanya tidak bisa dikatakan penembakan roket-roket tersebut sebagai tindakan konyol. Bila memang benar demikian, mengapa Israel baru-baru ini menganggarkan lebih dari 200 juta dolar AS untuk pengembangan pertahanan menghadapi serangan roket perjuangan dari Gaza .

Roket-roket tersebut telah menimbulkan kepanikan di tingkat struktur sosial negeri Zionis itu. Selama agresi di Gaza rata-rata sekolah, perkantoran dan pabrik di Israel yang berada dalam jangkauan roket-roket kuno yang terus berusaha dikembangkan daya ledaknya oleh para pejuang Palestina itu, diliburkan yang menimbulkan kerugian materi besar di Israel .

Serangan udara gencar Israel untuk mencari lokasi-lokasi penembakan roket tersebut sejauh ini gagal total sehingga sebagian petinggi militer negeri itu memutuskan serangan darat. Sebenarnya sebagian petinggi lainnya tidak sepakat sehingga serangan darat tersebut terkesan tanpa koordinasi.

Serangan darat dipastikan akan membutuhkan waktu lama dan bukan sekedar rekreasi bagi pasukan zioinis, tapi tidak berlebihan bila nantinya menjadi kuburan tentara Israel seperti yang terjadi di Libanon tahun 2006 saat melawan Hizbullah.

Bila agresi berlanjut hingga sebulan, maka sedikitnya Israel mengeluarkan biaya lebih dari 6 milyar dolar. Belum lagi korban jiwa di pihak pasukan daratnya yang bakal membuat opini umum negeri itu berbalik menentang agresi tersebut.

Pakta di lapangan sebelumnya juga membuktikan bahwa roket-roket yang dianggap perimitif tersebut telah memaksa Israel untuk menerima appeasement (peredaan) yang disepakati tanggal 19 Juni lalu yang akhirnya diakhiri Hamas sekitar dua hari sebelum serangan ke Gaza 27 Desember lalu akibat komitmen sebelah pihak pihak (Hamas dan faksi-faksi Palestina) dan pelanggaran yang tidak terhitung kalinya oleh Israel.

Singkatnya, peredaan selama sekitar 7 bulan itu membuktikan tanpa ada keraguan bahwa perlawanan bersenjata adalah satu-satunya yang dapat mempengaruhi para pemimpin Yahudi Israel untuk merespon tuntutan-tuntutan Palestina.

Peredaan kala itu juga sebagai buah keteguhan gerakan perlawanan menghadapi aksi militer dan embargo Israel meskipun dengan senjata primitif. Sekaligus membuktikan bahwa tembakan roket selama ini bukanlah aksi yang sia-sia sebagaimana yang selalu didengungkan otoritas Palestina di Ramallah, sejumlah pemimpin Arab dan banyak penulis Arab di koran-koran terkemuka Arab hingga persitiwa lautan api di Gaza sekarang ini.

Agresi kali ini tidak menjamin akan menelan korban ringan di pihak Israel namun sejumlah petinggi militer tetap memaksakan untuk memulihkan wibawa militer negeri yang menyebut dirinya “tak terkalahkan” itu setelah sempat dipermalukan Hizbullah pada perang 2006.

Hamas juga siap memperluas reaksinya setelah sebagian pemimpin politisnya ikut gugur sebagai syahid dalam serangan udara Israel , terutama Nizar Rayyan yang gugur bersama 14 keluarganya. Hamas mulai saat ini akan menjadi kepentingan Israel di manca negara sebagai target pembalasan.

Bahasa perlawanan inilah yang bisa memaksa negeri Zionis itu tunduk kepada kesepakatan yang telah tak terhitung kali dilanggarnya terutama sejak Persetujuan Oslo tahun 1993 yang secara de facto telah terkubur sesuai pengakuan kedua belah pihak (Israel dan otoritas Palestina).

Perundingan sia-sia

Bila bersikap jujur, justeru perundingan otoritas Palestina dan Israel yang sudah berlangsung puluhan kali dengan sejumlah kesepakatan yang senantiasa menguntungkan Israel itulah yang sebenarnya sia-sia. Meskipun berada di pihak yang diuntungkan, negeri Yahudi itu selalu melanggar janji.

Sebagai contoh kecil, sejak persetujuan Oslo tahun 1993, jumlah pemukiman Yahudi di daerah pendudukan Palestina meningkat lebih dari 10 kali lipat. Janji-janji kemerdekaan Palestina meskipun kemerdekaan tidak sempurna tak kunjung dipenuhi yang disebutkan setelah 5 tahun persetujuan, lalu diundur tahun 2005, lalu lewat perundingan Annapolis, AS di penghujung tahun 2007 dijanjikan akhir 2008, tak menajdi kenyataan yang ada agresi ke Gaza.

Belum lama ini, pemerintah Zionis itu juga mengumumkan pembangunan sekitar 7.500 unit perumahan baru pemukim Yahudi di Al-Quds Timur yang diakui oleh PBB dan masyarakat dunia sebagai daerah pendudukan milik bangsa Palestina.

Publik Arab dan umat Islam tidak bisa lagi dibodoh-bodohkan mana aksi yang sia-sia dan mana yang tidak sia-sia. Mereka pasti akan menjawab bahwa justeru perundingan yang sia-sia, karena semakin banyak Palestina memberikan konsesi semakin kuat negeri Yahudi itu menuntut sesutu yang tidak mungkin dikabulkan rakyat Palestina.

Tuntutan Hamas dan faksi-faksi perlawanan lainnya termasuk sayap militer Fatah, adalah keseimbangan. Selain menyetujui perundingan politis, opsi perlawanan jangan dikesampingkan sebagaimana tuntutan Tel Aviv yang didukung AS dan dunia Barat lainnya.

Hanya opsi perlawanan itulah yang akan mampu menghadapi sikap kepala batu Zionis-Israel . Bila contoh keberhasilan Mesir berunding dengan Israel dengan kembalinya seluruh wilayah Sinai digunakan untuk menjustifikasi penghentian opsi perlawanan, juga tidak tepat.

Justeru keberhasilan Mesir dan tentara Suriah pada perang Ramadhan / Oktober 1973 mengakhiri mitos tentara Israel “tak terkalahkan” yang memaksa negeri Zionis itu akhirnya berunding serius dengan Mesir di Camp David tahun 1978.

Perundingan otoritas Palestina selama ini hanya bergantung kepada kehendak AS dan Eropa. Silahkan simak pernyataan EU yang sekarang diketuai oleh Cheko yang menyebutkan serangan Gaza sekarang ini sebagai bela diri Israel . Jadi agresi itu sejatinya konspirasi Barat yang sayangnya mendapat restu tidak langsung oleh sebagian negara Arab dengan cara mengecam Hamas sebagai penyebabnya.

Bila skenario Israel-Barat sukses dengan lenyapnya Hamas (meskipun kemungkinannya masih jauh), maka berdirilah negara Palestina dengan wilayah Gaza dan sebagian wilayah Tepi Barat yang terdiri dari tiga canton (daerah) terisolasi antara satu dengan lainnya yang mengekor ke kedaulatan Israel .

Inilah skenario sebenarnya yang tidak mungkin dihadang hanya lewat kecaman dari para pemimpi Arab dan dunia Islam. Yang bisa menghadangnya hanyalah opsi perlawanan meskipun dengan persenjataan apa adanya. Akhirnya, seharusnya kita tidak perlu ragu-ragu lagi mengatakan bahwa yang sia-sia adalah perundingan tanpa opsi perlawanan, bukan roket-roket Gaza .

Sana`a, 7 Muharram 1430

* Penulis mantan wartawan Antara Timur Tengah. Penulis bermukim di Yaman dan kini mengisi secara rutin analisis dunia Islam di www.hidayatullah.com

0 komentar:


2009. www.israelbiadab.blogspot.com by AntiIsrael, Fuct!. Supported by: Orang2 yang s2k1t h4t1